rangkuman never split the difference

Never Split The Difference: Negotiating As If Your Life Depended On It adalah buku negosiasi pertama yang pernah aku baca.

Buku ini membahas tentang bagaimana cara Voss dan FBI dalam bernegosiasi dengan penyandra. Teknik yang dipakai dihasilkan dari pembelajaran eksperimental, dikembangkan oleh agen yang sesuai dengan bidangnya, menegosiasi melalui krisis dan berbagi cerita tentang apa yang berhasil dan apa yang gagal.

Kabar baiknya, pendekatan-pendekatan yang ada di buku ini bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

My Reading Notes

  • Negosiator yang baik mempersiapkan diri. Siap untuk kemungkinan kejutan.
  • Membuat asumsi adalah hal yang buruk. Sebagai negosiator, kita diharuskan melihatnya sebagai hipotesis dan mengetesnya ketika negosiasi berlangsung dengan ketat.
  • Orang yang melihat negosiasi sebagai pertarungan argumen akan merasa kewalahan dengan pikiran yang ada di kepalanya sendiri. Negosiasi bukan sebuah pertarungan, tetapi sebuah proses untuk menemukan sesuatu yang kita cari. Tujuan utamanya adalah untuk membuka sebanyak-banyaknya informasi yang kita perlukan.
  • Untuk membuat tenang pikiran kita ketika bernegosiasi, pusatkan perhatian kepada lawan bicara. Menjadi pendengar yang baik tentang apa yang mereka sampaikan.
  • Tenang, jangan terburu-buru. Karena kesalahan umum seorang negosiator adalah ingin menyelesaikannya secepat mungkin. Ketika kita terlihat terburu-buru, orang lain akan bisa merasakan bahwa mereka tidak didengar. Kita membuat nilai rapot kita jelek di mata mereka.
  • Tersenyum. Kepositifan yang dibuat senyuman menciptakan kolaborasi mental yang baik antara kita dan lawan bicara kita. Mereka akan berpikir bahwa kita adalah orang yang mudah untuk diajak bekerja sama dan mudah untuk menyelesaikan masalah.
  • Ada 3 nada bicara yang bisa kita gunakan ketika bernegosiasi;
    • Suara penyiar radio tengah malam: membuat inti pembicaraan secara selektif. Menurunkan nada bicara (tenang dan pelan). Ketika kita melakukannya dengan benar, kita akan menciptakan suasana kekuasaan dan kepercayaan tanpa membuat mereka ke mode defensif.
    • Suara yang ceria: Ini seharusnya adalah suara normal kita. Suara yang menggambarkan seseorang yang mudah bergaul, alami. Sikap kita jelas dan memotivasi.
    • Suara perintah: Sangat jarang sekali digunakan karena bisa membuat masalah dan mendorong kita untuk mundur.
  • Mirroring atau meniru lawan bicara. Ulangi setidaknya 3 kata (atau 3 kata paling penting) terakhir yang diucapkan lawan bicara kita. Meniru atau mengulangi adalah kemampuan membentuk kesamaan yang akan bisa mengikat sebuah hubungan. Mengapa? Karena sebagai manusia, kita takut akan perbedaan. Meniru atau mengulangi membuat seseorang merasa dipahami, membuat mereka tetap bicara hingga akhirnya menceritakan strategi yang mereka gunakan.
  • Empati tidak mengartikan kita setuju dengan apa yang lawan bicara sampaikan, tetapi itu mengartikan bahwa kita mengakui situasi orang tersebut. Mereka akan merasa didengar dan diperhatikan. Di sanalah mereka akan menceritakan sesuatu yang kita butuhkan.
  • Alasan mengapa lawan bicara tidak akan membuat persetujuan dengan kita lebih besar daripada mereka membuat persetujuan. Jadi, hilangkan penghalang di awal perjanjian. Dengan jujur dan menepikan pengaruh negatif yang akan terlibat akan membuat mereka lebih terbuka.
  • Teknik pelabelan.

    Langkah pertama untuk memberi label adalah mendeteksi keadaan emosi orang lain, biasanya dengan memeriksa kata-kata, nada bicara, dan bahasa tubuh mereka. Kemudian beri label seperti “kedengarannya / sepertinya / kelihatannya …”

    Jangan gunakan “aku atau saya” yang membuat diri kita tampak tertarik pada diri sendiri, dan membuat kita mengambil tanggung jawab pribadi untuk hal-hal berikut.

    Cara ini berguna untuk memunculkan kekuatan mereka. Ketika kita bisa melabeli ketakutan mereka, mereka akan merasakan keamanan dan kepercayaan karena kita memahami mereka.
  • Persiapkan hal-hal terburuk yang bisa dikatakan orang lain tentang diri kita dan katakan itu sebelum mereka atau orang lain lakukan. Melakukan hal ini terlebih dahulu akan membuat kita menghilangkan dampak negatif yang akan terlibat dalam perasaan kita. Menariknya, ketika kita mengambil langkah pertama, mereka justru akan menyetujui hal sebaliknya.
  • Ingatlah bahwa kita selalu berhadapan dengan orang yang ingin dihargai dan dimengerti. Gunakan teknik pelabelan perasaan untuk memperkuat dan mendorong persepsi positif dan dinamis.
  • “Tidak” adalah permulaan, bukan akhir dalam negosiasi.
  • Orang-orang butuh merasakan menjadi pemegang kontrol. Ketika kita memberi kesempatan mereka untuk mengatakan “tidak” kepada ide kita, emosi mereka mereda, keefektifan pengambilan keputusan membaik.
  • Setelah mendapatkan kata “tidak”, sekarang kita bisa membuka pertanyaan atas dasar penolakan tersebut, “Apa yang membuat hal ini tidak bekerja untukmu?” “Apa yang kamu butuhkan untuk membuat ini bekerja?” dan negosiasi dimulai. Semakin cepat kita mendapatkan “tidak” semakin baik negosiasi berjalan.
  • “Iya” adalah tujuan akhir dalam proses negosiasi, jadi jangan berharap mengharapkannya di awal.
  • “Tidak” membuat lawan bicara merasa aman dan dalam kontrol. Dengan memancing mereka mengatakan “tidak”, mereka menjelaskan ruang mereka, mendapatkan kepercayaan diri dan kenyamanan untuk mendengarkan kita. Makanya, pertanyaan “apakah sekarang waktu yang buruk untuk mengobrol?” akan selalu lebih baik daripada “apakah kamu punya waktu untuk mengobrol?
  • Persuasi bukan tentang betapa mulusnya kita dalam menyampaikan. Ini tentang lawan bicara yang yakin pada diri mereka bahwa solusi yang ingin kita dengarkan adalah ide mereka. Jadi, jangan mengalahkan mereka dengan logika dan kekuatan kasar. Tanyalah mereka untuk membuka jalan kepada tujuanmu!
  • Sebelum kita meyakinkan seseorang untuk melihat apa yang ingin kita capai, kita harus mengatakan hal-hal kepada mereka yang akan membuat mereka mengatakan “itu/kamu benar” karena emosi yang mendasari makna itu. Mengatakan”ya” itu tidak sama dengan mengatakan “kamu benar”. “Ya” cenderung hanya sebagai alat menghindar, bukan persetujuan.
  • Tenggat waktu bisa memperdaya kita untuk mempercayai bahwa melakukan kesepakatan lebih penting daripada mendapatkan kesepakatan yang baik.
  • Negoisasi adalah tentang keadilan yang bisa dirasakan kedua belah pihak. Ada tiga cara bagaimana kita bisa menggunakan keadilan;
    • Mendaratkan kalimat “kita hanya ingin apa yang adil” kepada lawan bicara. Jika lawan bicara mengakuinya, kita akan mendapatkan keuntungan dari itu. Tetapi jika cara ini tidak bekerja dan membuat mereka ke mode defensif, katakan “Oke, saya minta maaf. Mari kita mulai dari mana saya tidak memperlakukanmu dengan adil dan kita akan menyelesaikan itu.
    • Penggunaan kedua adalah ketika kita yang dibom dengan kalimat “kami telah memberimu keadilan.” Tenang, dan jawablah dengan “Adil? Bisakah Anda menyediakan bukti untuk membuktikan itu?
    • Cara terakhir ini adalah favorit penulis, yaitu dengan menyatakannya di awal negosiasi, “Saya ingin Anda merasa diperlakukan secara adil sepanjang waktu. Jadi, tolong hentikan saya kapan pun Anda merasa saya tidak adil, saya akan menjelaskannya.” Cara ini sederhana, jelas, dan jujur. Mereka akan mempercayai kita dengan reputasi yang baik.
  • Dalam negosiasi yang alot, kita tidak cukup menunjukkan kepada lawan bicara kita bahwa kita menyampaikan apa yang mereka inginkan. Kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa jika mereka tidak sepakat, mereka akan kehilangan kesempatan, kehilangan keuntungan. Dalam psikologi hal ini dinamakan loss aversion—kecenderungan orang menghindari kerugian karena rasa sakit kehilangan yang lebih besar daripada kepuasan mendapatkan keuntungan yang setara atau lebih.
    • Pancing emosi mereka. Kita harus bisa memulai dengan berempati, seperti menggambarkan ketakutan mereka akan kehilangan sesuatu, kemudian barulah kita menerapkan loss aversion.
    • Tetapkan kisaran dalam penawaran. Dengan mengatakan “Di perusahaan/toko/tempat X, ini bernilai 3000 sampai 7000” lawan bicara tidak akan masuk ke dalam mode defensif. Mereka akan terpancing untuk membuka harga.
    • Jika menginginkan harga yang tinggi, buat tawaran itu tampak masuk akal dengan menawarkan hal-hal yang tidak penting bagi kita, tetapi bisa menjadi penting bagi mereka.
      Jika menginginkan harga yang rendah, maka tanyakan hal-hal yang lebih penting bagi kita daripada bagi mereka.
    • Angka yang diakhiri dengan 0 terasa tidak pasti atau hanya bersifat sementara. Menawarkan angka yang terdengar kurang bulat/ganjil akan memberikan perasaan serius, telah dipikirkan dengan matang dan terkesan permanen bagi lawan bicara kita. Lebih baik menawarkan Rp. 37.572 daripada Rp. 37.000.
    • Hadiah kejutan yang sama sekali tidak terkait dapat membuat pancingan yang bagus karena mereka merasakan adanya utang budi yang harus diganti.
  • Jangan memaksa lawan bicara untuk mengakui bahwa kita benar. Konfrontasi yang agresif adalah musuh dari negosiasi yang konstruktif.
  • Hindari pertanyaan yang hanya menghasilkan jawaban “iya” atau informasi kecil. Karena ketika kita melakukannya, mereka merasa telah memberi informasi dan kita dianggap mempunyai utang yang harus dibayar.
  • Pertanyaan kalibrasi, atau terbuka, memberi kita ruang untuk menawarkan ide dan permintaan tanpa terdengar memaksa. Pertanyaan yang dikalibrasi memaksa pihak lain untuk berhenti dan benar-benar berpikir tentang bagaimana menyelesaikan masalah. Memberi ilusi kontrol seperti ini menunda ketidakpercayaan atau penolakan. Pertanyaan yang dikalibrasi menghindari pertanyaan yang diawali dengan kata tanya “bisakah,” “apakah”, yang dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Mulailah pertanyaan dengan “apa” dan “bagaimana”, yang memberikan kita penjelasan yang panjang.

    “Siapa,” “kapan,” dan “di mana” akan menyebabkan lawan bicara berbagi fakta tanpa berpikir. Sedangkan “mengapa” bisa terdengar menuduh. Daripada mengatakan “mengapa kamu tidak mampu?” lebih baik menggantinya dengan “apa tantangan terbesar yang kamu hadapi?” Pertanyaan semacam ini akan membuat pihak lain mengajari kita sesuatu tentang diri mereka sendiri tanpa merasa dihakimi.

    Pertanyaan terkalibrasi yang dirancang dengan baik menyiratkan bahwa kita memerlukan kecerdasan pihak lain untuk mengatasi masalahnya sendiri.
  • Tahan emosi dan gunakan pertanyaan kalibrasi.
  • Pekerjaan kita bukan hanya untuk mencapai kesepakatan, tetapi untuk mencapai apa yang dapat diterapkan dan memastikan hal itu terjadi. Aturan 7-38-55 mengatakan 7 persen pesan yang disampaikan didasarkan pada perkataan, 38 persen dari nada suara, dan 55 persen dari bahasa tubuh dan ekspresi wajah.
  • Saat nada suara atau bahasa tubuh seseorang tidak sesuai dengan kata-katanya, gunakan label untuk menemukan sumbernya.
  • The Rule of Three membuat pihak lain menyetujui hal yang sama tiga kali. Ini akan bisa mengungkapkan kepalsuan dan ketidaksesuaian yang mereka sebutkan.
  • Efek Pinokio mengatakan bahwa pembohong menggunakan lebih banyak kata, berbicara dalam kalimat yang lebih kompleks, dan menggunakan kata ganti orang ketiga yang jauh lebih banyak. Waspadai itu!
  • Negosiator terbagi dalam tiga kategori: Akomodator, Asertif, dan Analis.
    • Analis adalah seorang yang metodis dan rajin. Mereka tidak terburu-buru dan citra diri mereka terkait dengan meminimalkan kesalahan. Analis bekerja sendiri, jarang menunjukkan emosi, mempersiapkan secara luas, hipersensitif terhadap timbal balik, skeptis, diam, menghargai, dan tidak menghargai permintaan maaf. Sebagai seorang analis, tersenyumlah ketika berbicara, sehingga tidak terputus dari sumber data penting, yaitu mitra kita.
    • Akomodator paling menghargai pembangunan suatu hubungan. Mereka menghargai waktu berkomunikasi dan menginginkan win-win. Jika lawan kita adalah akomodator, ajukan pertanyaan yang sudah dikalibrasi untuk menerjemahkan pembicaraan mereka menjadi tindakan. Sebagai seorang akomodator, jangan mengorbankan ketidaksukaan kita, dan berhati-hatilah dengan obrolan berlebihan.
    • Asertif percaya waktu adalah uang. Citra diri mereka terkait dengan menyelesaikan sesuatu, dan menyelesaikan sesuatu secara sempurna bukanlah hal yang terpenting. Berfokuslah pada apa yang dikatakan oleh para asertif, karena sampai mereka yakin kita memahaminya, mereka tidak akan mendengarkan sudut pandang kita. Mirroring, pertanyaan yang dikalibrasi, label, dan ringkasan bekerja dengan baik pada seorang asertif, yang melihat setiap keheningan sebagai kesempatan untuk berbicara lebih banyak. Sebagai seorang asertif, sadarilah nada bicara. Gunakan pertanyaan dan label yang dikalibrasi untuk membuat diri kita lebih mudah didekati.
  • Tawar-menawar Ackerman: Tetapkan harga pertama sebagai angka ganjil. Kemudian tawarkan mulai dari 65 persen dari harga. Jika tidak menemui kesepakatan naikkan sedikit ke 85, 95, dan yang terakhir 100 persen. Gunakan empati di antara penawaran tersebut dan berikan angka ganjil di angka tawaran terakhir. Cara ini akan membuat mereka percaya bahwa kita telah mengeluarkan semua apa yang kita punya, padahal itu memang harga yang kita inginkan.