Peak: Secrets from the New Science of Expertise

Peak: Secrets from the New Science of Expertise menjelaskan bagaimana hasil penelitian yang dilakukan penulis lebih dari 30 tahun tentang kemampuan bawaan atau biasa kita sebut dengan bakat. Ericsson melakukan pengamatan, interview, bahkan menguji mereka yang sudah menjadi ahli di bidangnya—atlet, musisi, pemain catur, dokter, tenaga penjualan, guru, dan banyak lagi.

Garis besar yang dibawa buku ini adalah bahwa “bakat” yang kita percayai selama ini—kemampuan luar biasa bawaan atau tanpa latihan—salah.

My Reading Notes

  • Sejak tahun 1990-an, para peneliti otak telah menyadari bahwa otak miliki anak-anak maupun orang dewasa mudah beradaptasi daripada yang pernah dibayangkan siapa pun. Kita memiliki kendali atas apa yang mampu dilakukan otak. Otak merespons pemicu yang tepat dengan mengolah kembali dengan berbagai cara. Koneksi baru tersebut dibuat antara neuron, sementara koneksi yang terdahulu bisa diperkuat atau dilemahkan, dan di beberapa bagian otak neuron baru bisa tumbuh.
  • Kita seringkali memberi label seseorang “berbakat” karena kemampuan luar biasanya. Kita berpikir bahwa mereka adalah pengecualian dan dilahirkan memang untuk hal tersebut, tetapi label bakat itu sebenarnya lahir karena kita tidak tahu bagaimana cara mereka berlatih. Dengan kata lain, tidak ada bakat alami, yang ada adalah latihan dengan tepat.
  • Dalam belajar sesuatu, kita seringkali mengikuti pola yang sama. Dimulai dari ide umum tentang apa yang ingin kita kuasai, mendapatkan instruksi dari guru, pelatih, buku, atau informasi di internet. Kita kemudian berlatih hingga pada level “cukup” di mana kita sudah mendapatkan keotomatisan. Tidak ada yang salah dengan itu, jika memang ingin mencapai tingkat kinerja menengah. Tetapi, hal yang harus diingat adalah, di level tersebut kita telah berhenti berkembang.
  • Kebenaran lainnya adalah penelitian menunjukkan bahwa, secara umum, begitu seseorang mencapai tingkat kinerja yang cukup dan otomatis, “latihan” tambahan yang dilakukan bertahun-tahun tidak mengarah pada peningkatan.

    Jika ada, dokter, guru, atau pengemudi yang sudah bekerja selama dua puluh tahun kemungkinan akan sedikit lebih buruk daripada mereka yang bekerja selama lima tahun. Alasannya adalah bahwa kemampuan otomatis para pekerja lama secara bertahap memburuk karena tidak adanya upaya yang disengaja untuk meningkatkan.

    Ericsson menamainya sebagai naive practice—hanya melakukan sesuatu berulang kali, dan berharap bahwa pengulangan saja akan meningkatkan kinerja seseorang.
  • Padahal untuk mendapatkan peningkatan, kita membutuhkan purposeful practice—mendefinisikan tujuan spesifik dengan baik karena jika tanpa tujuan, kita tidak bisa mengukur apakah sesi latihan telah berhasil. Contohnya: mengetik 10 jari dengan kecepatan 80/wpm.
  • Komponen purposful practice: Melakukan tindakan kecil untuk pencapaian jangka panjang, feedback (apakah kita sudah melakukannya dengan benar atau salah), keluar dari zona nyaman karena di sanalah peningkatan itu ada, mengamati kemajuan, menjaga motivasi.
  • Hal yang harus diperhatikan pada saat menerapkan purposful practice: Fokus pada satu hal (Deep Work), feedback (tanpa penilaian dari diri sendiri atau dari luar, kita tidak akan tahu apa yang harus diperbaiki dan tidak akan tahu seberapa dekat kita dengan tujuan.)
  • Alasan kebanyakan orang tidak memiliki keahlian luar biasa yang melibatkan fisik adalah bukan karena mereka tidak memiliki kapasitas untuk itu, tetapi karena mereka puas untuk hidup dalam kebiasaan yang nyaman dan tidak pernah melakukan pekerjaan yang diperlukan untuk keluar dari situ. Mereka hidup di dunia “cukup baik”.
  • Representasi mental adalah struktur mental yang sesuai dengan objek, ide, kumpulan informasi, atau apa pun, konkret atau abstrak, yang dipikirkan otak. Contoh sederhana adalah gambar visual.
  • Karena representasi mental bisa berbeda dari satu bidang ke bidang lainnya, sulit bagi kita untuk mendefinisikannya agar tidak terlalu kabur, tetapi pada dasarnya representasi ini adalah pola informasi yang sudah ada sebelumnya—fakta, gambar, aturan, hubungan, dan sebagainya—yang disimpan dalam memori jangka panjang dan yang dapat digunakan untuk merespons dengan cepat dan efektif dalam beberapa situasi tertentu. Contohnya adalah pemain catur yang bisa menebak gerakan lawan selanjutnya.
  • Setiap orang memiliki dan menggunakan representasi mental. Apa yang membedakan para ahli dari orang lain adalah kualitas dan kuantitas representasi mental mereka.
  • Semakin keahlian kita meningkat, semakin baik representasi mental kita. Semakin baik representasi mental kita, semakin efektif kita dalam berlatih untuk mengasah keahlian.
  • Ada satu latihan yang lebih baik daripada naive practice dan pursposeful practice, yaitu deliberate practice. Berbeda dari 2 jenis latihan sebelumnya, deliberate practice memiliki prinsipnya sendiri:
    • Deliberate practice membutuhkan bidang yang sudah cukup berkembang dengan baik – yaitu, bidang di mana ada pemain terbaik yang telah mencapai tingkat kinerja yang jelas dan membedakan mereka dari orang-orang yang baru saja memulai di bidang tersebut.

      Contoh: aku belajar memainkan gitar karena di bidang tersebut ada Dewa Budjana, seorang yang tidak perlu diragukan lagi keahliannya. Atau, jika itu terlalu jauh, kita bisa melihat seseorang di lingkungan kita yang memiliki keahlian yang hebat, keahlian yang sudah terbukti.
    • Deliberate practice membutuhkan guru yang dapat memberikan latihan yang dirancang untuk membantu siswa meningkatkan kinerjanya.
    • Deliberate practice dilakukan di luar zona nyaman dan mengharuskan siswa untuk terus-menerus mencoba hal-hal yang berada di luar kemampuannya saat ini. Deliberate practice menuntut upaya yang hampir maksimal, yang umumnya tidak menyenangkan.
    • Deliberate practice melibatkan tujuan-tujuan spesifik yang didefinisikan dengan baik dan seringkali melibatkan peningkatan beberapa aspek kinerja target. Setelah tujuan keseluruhan telah ditetapkan, seorang guru atau pelatih akan mengembangkan rencana untuk membuat serangkaian perubahan kecil yang akan ditambah hingga perubahan yang lebih besar terjadi.
    • Deliberate practice membutuhkan perhatian penuh dan tindakan sadar seseorang. Tidak cukup hanya mengikuti arahan guru atau pelatih. Siswa harus berkonsentrasi pada tujuan spesifik pada latihannya sehingga penyesuaian dapat dilakukan.
    • Deliberate practice melibatkan feedback dan modifikasi upaya dalam menanggapi feedback itu. Di awal proses latihan, banyak feedback akan datang dari guru atau pelatih, yang akan memantau kemajuan, menunjukkan masalah, dan menawarkan cara untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan waktu dan pengalaman, siswa harus belajar untuk memonitor diri mereka sendiri, menemukan kesalahan, dan menyesuaikannya. Pemantauan diri seperti itu membutuhkan representasi mental yang efektif.
    • Deliberate practice menuntut kita untuk memperbaiki representasi mental secara berkelanjutan untuk lebih cepat dan tepat dalam melakukan sesuatu dan memperbaiki apa yang salah.
    • Deliberate practice berfokus pada membangun dan meningkatkan keterampilan khusus dengan berfokus pada aspek keterampilan tersebut dan meningkatkannya.
  • Garis besar untuk menjadi lebih baik dalam mencapai keahlian apa pun: menggunakan deliberate practice sesering mungkin. Jika tidak bisa, terapkan prinsip-prinsip purposeful practice sebanyak mungkin karena latihan tersebut masih bermuara pada deliberate practice.
  • Untuk menggunakan purposeful practice dengan patokan deliberate practice, kita harus melakukan:
    • Kenali para ahli di bidang yang kita tekuni
    • Cari tahu apa yang mereka lakukan dan apa saja yang membuat mereka bisa begitu baik
    • Terapkan teknik pelatihan yang mereka gunakan
  • Dalam mengidentifikasi seorang ahli yang tidak memiliki aturan pasti di bidang tersebut, ingatlah bahwa kesubjektifitasan kita dalam memilih rentan terhadap bias. Kita harus berhati-hatilah saat mengidentifikasi seorang ahli karena idealnya ukuran kinerja objektiflah yang dapat digunakan untuk membandingkan kemampuan orang. Jika tidak ada tindakan seperti itu, dapatkan sedekat mungkin.
  • Mencapai keahlian selama 10.000 jam adalah mitos. Setiap orang yang melakukan deliberate practice bisa mencapai tingkatan ahli kurang atau bahkan lebih dari itu. Tidak ada angka pasti untuk menjadi seorang ahli.
  • Bawaan genetik memang memengaruhi seseorang dalam mencapai suatu keahlian, seperti tinggi badan atau IQ, tetapi hal itu hanya mengartikan bahwa mereka lebih cepat dalam memulai garis awal sedangkan garis akhir berlaku tidak hanya untuk mereka, tetapi juga orang-orang yang merasa tidak beruntung dalam kegenetikan. Semuanya bukan didasarkan pada genetik, atau juga bakat, tetapi pada latihan yang intens, tepat, dan berkualitas. Dan, itu semua bisa kita capai dengan deliberate practice.
  • Deliberate practice memang tidak menjamin kita untuk mencapai mimpi kita, tetapi dia membukakan kesempatan yang lebih lebar.

This is a fundamental truth about any sort of practice: If you never push yourself beyond your comfort zone, you will never improve.

Anders Ericsson