Rangkuman buku Quiet: The Power of Introverts in a World That Can't Stop Talking

Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking adalah sebuah cahaya bagi para introvert seperti aku. Di buku ini sang penulis membahas tentang kesalahpahaman kita dan juga orang-orang di lingkungan kita terhadap introvert.

Dalam pembukaannya, Susan Cain menuliskan, “Kita diberitahu bahwa menjadi hebat berarti berani, menjadi bahagia adalah menjadi ramah. Kita melihat diri kita sebagai bangsa ekstrovert—yang berarti kita telah kehilangan pandangan tentang siapa kita sebenarnya. Masuk akal bahwa begitu banyak introvert bersembunyi bahkan dari diri mereka sendiri.

Sederhana, tetapi sangat mencerminkan kenyataan para introvert, bukan?

My Reading Notes

  • Istilah introvert dan ekstrovert dipopulerkan oleh psikolog berpengaruh, Carl Jung, pada tahun 1921 dalam bukunya, Psychological Types.
  • Menurut Jung, orang introvert tertarik pada dunia batin, pemikiran dan perasaan, sedangkan ekstrovert tertarik pada kehidupan eksternal orang. Aktivitas introvert berfokus pada makna yang mereka buat dari peristiwa yang ada di sekitar mereka. Ekstrovert terjun langsung ke dalam peristiwa itu sendiri. Introvert mengisi ulang baterai mereka secara sendirian, ekstrovert perlu mengisi ulang dengan bersosialisasi yang cukup.
  • Introvert hidup di bawah ideal extrovert, seperti wanita di dunia pria.
  • Ekstroversi adalah gaya kepribadian yang sangat menarik, tetapi kita telah mengubahnya menjadi standar yang menindas dan menurut sebagian besar dari kita, kita harus menyesuaikan diri.
  • Orang-orang yang suka bicara dinilai lebih pintar, lebih tampan, lebih menarik, dan lebih diinginkan sebagai teman. Seseorang yang memiliki kecepatan bicara juga dinilai lebih kompeten dan disukai daripada yang lambat. Padahal, tidak ada korelasi antara cara berbicara dengan kualitas pikiran.
  • Susan Cain menemukan bahwa tidak ada definisi pasti tentang introversi atau ekstroversi di mana setiap orang dapat menyetujuinya. Namun, psikolog saat ini cenderung menyepakati beberapa poin penting: misalnya, introvert dan ekstrovert berbeda dalam tingkat stimulasi dari luar. Introvert merasa”cocok” dengan sedikit stimulasi, seperti mengobrol di cafe dengan seorang teman dekat, memecahkan teka-teki silang, atau membaca buku. Orang ekstrover menikmati ledakan ekstra yang berasal dari kegiatan seperti bertemu orang baru, mencoba tantangan baru yang berisiko, dan suara keramaian.
  • Orang ekstrovert cenderung menangani tugas dengan cepat. Mereka membuat keputusan cepat (kadang-kadang terburu-buru), dan nyaman melakukan banyak tugas dan mengambil risiko. Mereka menikmati sensasi pengejaran hadiah seperti uang dan status.
  • Introvert sering bekerja lebih lambat dan teliti. Mereka suka fokus pada satu tugas pada satu waktu dan dapat memiliki kekuatan konsentrasi yang luar biasa. Mereka relatif kebal terhadap godaan kekayaan dan ketenaran.
  • Kepribadian kita juga membentuk gaya sosial kita.
  • Introvert juga bukan pemalu. Rasa malu adalah ketakutan ketidaksetujuan sosial atau penghinaan, sementara introversi adalah preferensi untuk lingkungan yang tidak terlalu menstimulasi.

There is no such thing as a pure extrovert or a pure introvert. Such a man would be in the lunatic asylum.

— Carl Jung

  • Di budaya kepribadian sekarang ini, kita seakan didesak untuk mengembangkan kepribadian ekstrovert karena orang-orang lebih menghormati orang lain didasarkan pada kemampuan verbal mereka, bukan orisinalitas atau wawasan mereka. Kita akhirnya berbohong kepada diri sendiri hanya untuk mengungguli orang lain dalam masyarakat yang baru dan kompetitif.
  • Penelitian terbaru dalam ilmu saraf menunjukkan bahwa rasa takut akan penilaian memiliki keterlibatan yang lebih luas daripada yang pernah kita bayangkan.
  • Dalam bekerja, ekstrovert cenderung menyukai lingkungan kerja yang ramai dan dua arah. Sebaliknya, introvert lebih menyukai lingkungan yang tenang. Padahal penelitian menunjukkan bahwa kinerja kita akan semakin memburuk jika ukuran kelompok juga meningkat.
  • Berkolaborasi dalam bekerja bisa memberikan dampak negatif—membunuh kreativitas—jika tidak diperlakukan dengan komposisi yang pas.
  • Psikolog sering mendiskusikan perbedaan antara “temperamen” dan “kepribadian”. Temperamen mengacu pada pola perilaku dan emosi bawaan sejak lahir yang dapat diamati pada masa bayi dan anak usia dini. Kepribadian adalah lebih kompleks di mana akan muncul setelah adanya pengaruh budaya dan pengalaman pribadi.
  • Bayi yang memiliki reaktivitas tinggi cenderung menjadi introvert. Mereka sensitif terhadap hal baru dan lebih bisa berempati. Sebaliknya, bayi yang memiliki reaktivitas rendah cenderung menjadi ekstrovert. Mereka kurang sensitif dan kurang bisa berempati. Jadi jangan kebalik! Bayi yang lebih sering diam bukan karena mereka introvert, tetapi karena mereka tidak terkejut dengan hal-hal baru. Mereka memiliki reaktivitas yang rendah.
  • Tak satu pun dari studi yang dilakukan sempurna, tetapi hasilnya secara konsisten menunjukkan bahwa introversi dan ekstroversi, diwariskan dari orangtua sekitar 40 hingga 50 persen.
  • Pertanyaannya, apakah seorang anak yang introvert terbentuk karena mewarisi gen dari orangtua mereka atau karena meniru perilaku mereka, atau keduanya? Ingat bahwa statistik heritabilitas yang diperoleh dari studi menunjukkan bahwa introversi-ekstroversi hanya 40 hingga 50 persen diwariskan. Dengan kata lain dalam kelompok orang, rata-rata setengah dari variabilitas dalam introversi-ekstroversi disebabkan oleh faktor genetik. Tingkat heritabilitas 50 persen tidak selalu berarti bahwa introversi yang dimiliki seseorang adalah 50 persen diwarisi dari orang tua mereka, atau setengah dari perbedaan dalam ekstroversi adalah karena genetik. Seratus persen dari introversi mereka mungkin berasal dari gen, atau tidak sama sekali atau lebih mungkin beberapa kombinasi gen dan pengalaman yang tak terduga. Ini adalah interaksi yang rumit antara keduanya yang membuat kita menjadi siapa kita.
  • Jadi mungkin kita mengajukan pertanyaan yang salah. Mungkin, misteri berapa persen faktor keturunan dan berapa persen faktor pengasuhan kurang penting daripada pertanyaan tentang bagaimana temperamen bawaan kita berinteraksi dengan lingkungan dan dengan kehendak bebas kita sendiri. Sampai sejauh mana takdir temperamen kita?
  • Penelitian yang dilakukan oleh Dr.Schwartz menyarankan sesuatu yang penting—kita dapat melebarkan kepribadian kita, tetapi hanya sampai pada titik tertentu. Temperamen bawaan kita memengaruhi kita, terlepas dari kehidupan yang kita jalani. Sebagian besar dari siapa kita ditakdirkan oleh gen kita, oleh otak kita, oleh sistem saraf kita. Namun elastisitas yang ditemukan Schwartz pada beberapa remaja yang reaktifnya tinggi menunjukkan hal yang sebaliknya: kita memiliki kehendak bebas dan dapat menggunakannya untuk membentuk kepribadian kita.
  • Kehendak bebas dapat membawa kita jauh, saran Dr. Schwartz, tetapi itu tidak dapat membawa kita jauh melampaui batas genetik kita.
  • Jika kamu dulu adalah bayi yang sangat reaktif, maka amigdalamu—bagian otak yang mengolah emosi—akan menjadi liar selama sisa hidupmu setiap kali kamu melakukan hal baru seperti berkenalan di depan semua karyawan kantor. Tetapi, jika kamu merasa relatif terampil dalam bergaul, itu karena sebagian korteks prefrontalmu—bagian otak yang mengolah pikiran rasional—ada di sana untuk memberi tahumu agar tenang, dan tersenyum. Bahkan, studi fMRI baru-baru ini menunjukkan bahwa ketika orang menggunakan self-talk untuk menilai kembali situasi yang mengecewakan, aktivitas dalam korteks prefrontal mereka meningkat dalam jumlah yang berkorelasi. dengan penurunan aktivitas di amigdala mereka.
  • Tetapi, korteks prefrontal tidak terlalu kuat untuk mematikan amigdala sepenuhnya. Dalam sebuah penelitian, para ilmuwan mengkondisikan tikus untuk mengaitkan suara tertentu dengan kejutan listrik. Kemudian mereka memutar suara itu berulang kali tanpa memberikan kejutan, sampai tikus kehilangan rasa takut mereka. Tetapi, ketika mereka memutuskan hubungan saraf antara korteks dan amygdala tikus, tikus menjadi takut pada suara lagi. Ini karena pengkondisian rasa takut telah ditekan oleh aktivitas korteks, tetapi masih ada di amigdala. Pada manusia dengan ketakutan yang tidak beralasan, seperti batofobia, atau takut ketinggian, hal yang sama terjadi. Kita mungkin memiliki rasa takut yang hilang akan sesuatu hal, tetapi rasa itu mungkin kembali timbul ketika kita merasakan stres.
  • Selama beberapa dekade, dimulai pada akhir 1960-an, seorang psikolog bernama Hans Eysenck berhipotesis bahwa manusia mencari tingkat stimulasi yang “tepat”—tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Stimulasi adalah jumlah input yang kita dapatkan dari dunia luar (kebisingan hingga kehidupan sosial). Eysenck percaya bahwa ekstrovert lebih menyukai stimulasi daripada introvert, dan ini menjelaskan banyak perbedaan mereka—introvert senang menutup pintu saat berada di dalam ruangan karena bagi mereka aktivitas intelektual yang tenang seperti ini merangsang secara optimal, sementara ekstrovert berfungsi paling baik ketika terlibat dalam kegiatan dengan daya lebih besar seperti mengorganisir lokakarya pengembangan tim atau memimpin pertemuan.
  • Begitu kita memahami bahwa introversi dan ekstroversi memiliki preferensi tingkat stimulasi tertentu, kita dapat mulai secara sadar mencoba menempatkan diri di lingkungan yang mendukung kepribadian kita, tidak membosankan atau membuat kegelisahan. Kita dapat mengatur hidup kita yang disebut para psikolog kepribadian sebagai “optimal levels of arousal” atau sebutan dari penulis sebagai “sweet spot“. Dengan melakukan itu, kita akan merasa lebih energik dan lebih hidup daripada sebelumnya.
  • Lebih baik kita dalam menentukan sweet-spot, semakin lebih baik kita dalam mengatur pekerjaan, hobi, dan kehidupan sosial sehingga kita menghabiskan banyak waktu di dalam lingkungan yang mendukung kita.
  • Orang tua perlu mengalah dari preferensi mereka sendiri dan melihat seperti apa dunia bagi anak-anak mereka yang pendiam. Introvert berhubungan dengan orang lain, tetapi mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri.
  • Dengan memahami introversi, orangtua akan memiliki cara pandang baru. Salah satunya, mereka akan bisa bekerjasama dengan anaknya dalam bereaksi terhadap hal baru.
  • Kita harus melepaskan ukuran yang sama dalam melihat dunia karena introvert dan ekstrovert memiliki penanganan yang berbeda. Sebagai orang dewasa, mereka bisa memilih karier, pasangan, dan lingkaran sosial yang sesuai dengan mereka. Mereka tidak harus hidup dalam budaya apa pun yang mereka inginkan. Penelitian dari bidang yang dikenal sebagai “person-environment fit” menunjukkan bahwa orang akan berkembang ketika mereka terlibat dalam pekerjaan, peran atau pengaturan yang sesuai dengan kepribadian mereka. Sebaliknya, kita akan mudah berhenti belajar ketika kita merasa terancam secara emosional.

Solitude matters, and for some people, it’s the air they breathe.

— Susan Cain